TATA KRAMA BERMASYARAKAT
Tata
krama adalah aturan bertingkah laku yang santun dalam berhubungan dengan orang
lain.
A.
Tata
Krama di Kantor Kecamatan
Berikut
tata krama kita berada di kantor kecamatan:
a.
Berpakaian
sopan dan besikap ramah.
b.
Masuk
keluar lewat pintu yang ditentukan.
c.
Pahami
petunjuk yang ada.
d.
Ketuk
pintu bila masuk ruangan dan berilah salam.
e.
Bertanya
kepada petugas bila membutuhkan keterangan.
f.
Duduk
dengan tertib untuk menunggu giliran.
g.
Jangan
mendahului orang yang telah hadir terlebih dahulu.
h.
Jangan
minta dilayani terlebih dahulu walaupu petugas pelayanan saudara kita.
i.
Ucapkan
terima kasih jika sudah mendapat pelayanan.
j.
Jangan
membuang sampah atau meludah sembarangan.
k.
Jangan
membuat coretan di tempat duduk.
B.
Tata
Krama di Rumah Sakit
1.
Tata
Krama Ketika berobat
Ketika
berobat kita perlu memperhatikan :
a.
Berpakaian
bersih, rapi, dan sopan
b.
Bersikap
ramah dan berbicara dengan baik
c.
Masuk
keluar lewat pintu yang ditentukan
d.
Pahami
petunjuk yang ada.
e.
Tanyakan
kepada petugas sekiranya belum jelas.
f.
Duduk
atau berdiri dengan tertib di tempat yang ditenyukan.
g.
Antre
dengan tertib.
h.
Ucapkan
terimakasih setelah mendapat pelayanan.
i.
Tidak
membuang samp[ah sembarangan.
2.
Tata
Krama Besuk
Tata
krama saat membesuk di rumah sakit, kita perlu memperhatikan :
a.
Berpakaian
bersi, rapi, dan sopan.
b.
Bersikap
ramah dan berbicara dengan sopan.
c.
Masuk dan
keluar lewat pintu yang telah ditentukan.
d.
Tanyakan
kepada petugasvsekiranya belum jelas.
e.
Berkunjung
pada waktu yang telah ditentukan.
f.
Jangan
membawa anak di bawah umur.
g.
Jangan
menimbulkan kegaduhan yang mengganggu pasien.
h.
Jangan
berbicara hal-hal yang menakutkan.
i.
Jangan
merokok dan melakukan sesuatu yang mengganggu pasien
C.
Tata
Krama di Bank
Tata krama saat berada di bank antara lain:
1.
Berpakaian
sopan dan besikap ramah.
2.
Pahami
petunjuk yang ada.
3.
Masuk
atau keluar lewat pintu yang sudah disediakan.
4.
Ketuk
pintu bila masuk dan berilah salam.
5.
Mintalah
penjelasan kepada petugas bila membutuhkan keterangan.
6.
Duduk
dengan tenang dan tertib.
7.
Ante
sesuai dengan urutan atau giliran.
8.
Ucapkan
terima kasih setelah mendapat pelayanan.
9.
Berbicara
dengan sopan, tidak menggganggu orang lain.
10.
Hitunglah
jumlah uang sebelum meninggalkan loket.
11.
Simpanlah
uang baik-baik atau surat berharga yang diterima.
12.
Jangan
merokok di ruang ber AC.
13.
Jangan
membuang sampah sembarangan.
BABAD
PASIR LUHUR
A
Babad Pasir
Luhur: Raden Kamandaka
Raden Kamandaka
Pada
zaman dahulu, berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Pajajaran. Saat itu,
Kerajaan Pajajaran sedang dipimpin oleh raja yang bernama Prabu Silihwangi.
Prabu Silihwangi mempunyai dua orang istri dan empat orang anak. Anak dan istri
pertama bernama Raden Banyakcatra dan Raden Banyakngampar. Sementara, anak dan
istri kedua bernama Raden Banyakblabur dan Retno Pamekas.
Saat usia Prabu Silihwangi semakin lanjut,
ia ingin menetapkan Pangeran Pati sebagai penggantinya dengan syarat Pangeran
Pati harus sudah memilki istri. Sebagai putra tertua Prabu Silihwangi, Raden
Banyakcatra ditunjuk sebagai pengganti. Namun, karena Raden Banyakcatra belum
memiliki istri, Raden Banyakcatra pun harus mencari calon istri.
Raden Banyakcatra memohon izin kepada
ayahnya untuk berkelana mencari calon istri dan tidak akan pulang sebelum
menemukannya. Dia tidak mau calon istrinya dipilihkan oleh siapapun. Ia ingin
mencari calon istri yang memiliki sifat penuh kasih sayang dan berparas cantik
seperti ibunya. Setelah mendapatkan izin, Raden Banyakcatra pergi ke arah
timur. Tak lupa, ia membawa persediaan dan bekal secukupnya. Setelah beberapa
lama, Raden Banyakcatra akhirnya tiba di suatu padepokan yang dimiliki oleh Ki
Ajar Wirangrong. Ki Ajar Wirangrong menyarankan kepada Raden Banyakcatra untuk
meneruskan perjalanan ke arah timur dan mengganti namanya menjadi Raden
Kamandaka.
Setelah berjalan beberapa lama, Raden
Kamandaka akhirnya tiba di Kadipaten pasir Luhur. Di Kadipaten Pasir Luhur,
Raden Kamandaka mengabdi kepada Patih Reksanata. Rupa raden Kamandaka yang
tampan dan gagah, sikapnya yang sopan, bertanggung jawab, berbudi pekerti
luhur, dan kesatria membuat Patih Reksanata mengangkat Raden Kamandaka sebagai
anaknya.
Suatu hari, Kadipaten Pasir Luhur
mengadakan lomba menangkap ikan di kolam.
Perlombaan diikuti masyarakat Kadipaten Pasir Luhur, termasuk Raden
Kamandaka. Saat itu, Sang Adipati Pasir Luhur dan putrinya, Dewi Ciptarasa,
turut menonton perlombaan terebut. Mereka memperhatikan gerak-gerik para
peserta lomba. Gerak-gerik raden Kamandaka membuat Dewi Ciptarasa tertarik.
Suatu hari, Dewi Ciptarasa mengutus abdinya untuk memanggil Raden Kamandaka ke
Taman Kaputren. Pertemuan tersebut membuat Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa
menjadi sering bertemu.
Lambat laun, hal ini diketahui oleh Sang Adipati. Beliau akhirnya
memerintahkan para prajuritnya mengepung Taman Kaputren untuk menangkap Raden
Kamandaka. Dalam pengepungan tersebut, Raden Kamandaka berhasil meloloskan diri
dan bersembunyi. Kegagalan menangkap Raden Kamandaka membuat Sang Adipati
marah, beliau akhirnya mengutus Patih Reksanata dan Ki Wiragusta untuk mencari
Raden Kamandaka.
Setelah beberapa lama, persembunyian Raden Kamandaka diketahui oleh
para prajurit Sang Adipati. Terjadilah pertempuran sengit yang tidak seimbang.
Hasil dari pertempuran tersebut mmembuat Raden Kamandaka harus menceburkan diri
ke Sungai Logawa. Tempat Kamandaka menceburka diri terus dilempari batu hingga
menjadi dangkal. Oleh karena Raden Kamandaka tidak kunjung muncul ke permukaan,
para prajurit melaporkan kepada Sang Adipati bahwa Raden Kamandaka telah
meninggal. Laporan tersebut membuat Sang Adipati senang, namun membuat hati
Dewi Ciptarasa bersedih. Tempat tersebut kemudian dinamakan “Kedung Petahunan”.
Raden Kamandaka ternyata masih hidup. Ia menyelam sampai di Surup
lawang. Surup Lawang adalah pertemuan antara Sungai Logawa dan Kali Serayu di
Patikraja. Setelah itu, Raden Kamandaka berjalan ke arah utara hingga sampai di
sebuah dusun. Di dusun tersebut, Raden Kamandaka singgah di rumah seorang wanita
yang sudah tidak bersuami yang bernama Kertilasari. Kertilasari tidak mempunyai
putra. Raden Kamandaka kemudian diangkat anak oleh Kertilasari.
Di dusun tersebut, kamandaka mendapatkan seorang teman bernama Ki
Rekajaya. Kamandaka bersama Ki Rekajaya sering mengikuti pertandingan adu ayam.
Kamandaka pun sering memenangkan adu tersebut. Ayam jago milik Kamandaka diberi
nama Mercu. Kemenangan yang diperoleh Kamandaka membuat namanya terdengar
hingga ke telinga Sang Adipati Pasir Luhur. Sang Adipati yang mendengar
Kamandaka masih hidup menjadi sangt marah. Ia memerintahkan prajuritnya untuk
menagkap Kamandaka.
Di tempat lain, Prabu Silihwangi merasa cemas karena putranya tidak
kunjung pulang. Ian akhirnya mengutus Raden Banyakngampar ke Kadipaten Pasir
Luhur untuk mencari kakaknya, Raden Banyakcatra atau Raden Kamandaka. Akhirnya
Raden Banyakngampar meninggalkan kerajaan Pajajaran dan memakai nama samaran
Raden Silihwarni. Sesampainya di Kadipaten Pasir Luhur, Raden Silihwarni
mengabdikan diri kepada Adipati dan diangkat menjadi prajurit.
Sang Adipati memberikan tugas kepada Silihwarni untuk menangkap
Kamandaka. Dalam pencariannya, Silihwarni menyamar sebagai pengadu ayam.
Silihwarni kemudian bertemu dengan Kamandaka. Keduanya tidak saling mengenal
karena sudah lama tidak bertemu. Sesaat sebelum pertandingan, keduanya
menyiapkan ayamuntuk diadu. Silihwarni menyiapkan ayamnya dan memasangkan
patrem (keris kecil) di sayap ayamnya. Ketika pertandingan dimulai, Silihwarni
melemparkan ayamnya ke badan Kamandaka sehingga lambungnya terluka. Kamandaka
marah dan terjadilah perkelahiandiantara keduanya. Tempat perkelahian tersbut
kemudian diberi nama Pejogolan atau Pejogol, yang artinya tempat dorong-
mendorong.
Kondisinya yang terluka membuat Kamandaka harus melarikan diri. Ia
pun melarikan diri bersama Ki Rekajaya. Silihwarni terus mengejar hingga sampai
di suatu temapt. Di tempat tersebut, perkelahian berlangsung siang dan malam
sampai tidak ada waktu beristirahat. Tempat tersebut kemudian dinamakan Kober. Saat
ada kesempatan, Kamandaka dan Ki Rekajaya bersembunyi dan menerobos hutan.
Tempat persembunyian itu kemudian diberi nama Brobosan atau Bobosan.
Pencarian Kamandaka dilanjutkan dan menggunakan anjing pelacak
untuk mencarinya. Oleh karena kesaktian Kamandaka, anjing pelacak tersebut
dapat ditangkap dan dikurung. Kamandaka berpesan untuk memberi nama tempat
tersebut dengan Kurung Anjing atau Karang Anjing. Setelah berhasil meloloskan
diri, Kamandaka dan Ki Rekajaya terus melarikan diri dengan menelusuri sungai
ke arah utara. Pengejaran tersebut dilakukan hingga sampailah Kamandaka dan Ki
Reakajaya di sebuah batu basar. Raden Kamandaka kemudian meloncat ke atas batu
tersebut. Silihwarni datang dan menghunuskan sebilah keris. Raden Kamandaka
kemudian memantah Silihwarni.
“Hai, Silihwarni, prajurit Pasir Luhur. Naiklah ke atas! Ayo,
lawanlah Raden Banyakcatra, putra Prabu Silihwangi dari kerajaan pajajaran!”
Mendengar ucapan Kamandaka, Silihwarni terkejut dan menangis. Ia
tidak menyangka bahwa orang yang dikejarnya ternyata kakak kandungnya sendiri.
Silihwarni meminta maaf dan mengajak Raden Kamandaka pulang ke Pajajaran.
Tempat kedua pemuda tersebut saling manantang dinamakan Watu Sinom (batu dan
muda)
Untuk memenuhi janjinya kepada Adipati Pasir Luhur, Silihwarni
melakukan tipuan dengan menyembelih anjing yang dikurung dalam hutan. Hati,
usus, dan darahnya dibungkus lalu diserahkan kepada Sang Adipati agar Adipati
Pasir Luhur percaya bahwa Kamandaka sudah tewas. Raden Kamandaka meminta Ki
Rekajaya untuk pulang ke rumah Nyi Kertilasari. Sementara, Raden Kamandaka dan
Silihwarni kembali ke Kerajaan Pajajaran.
B
Babad Pasir
Luhur: Lutung Kasarung
Sepulangnya Raden Banyakcatra dan Raden Banyakngampar ke Kerajaan
Pajajaran, prabu Silihwangi berniat berhenti dari kerajaan dan meminta Raden
Banyakcatra untuk menggantikannya. Namun, kaena Raden Banyakcatra belum
memiliki istri Prabu Silihwangi mengambil keputusan dan mengatakan bahwa siapa
saja yang membawa sepuluh orang putri kembar dialah yang akan menggantikan
dirinya. Mendengarkan hal tersebut Raden Banyakblabur yang memiliki
keinginan untuk menjadi raja berikutnya,
akhirnya pergi ke arah barat. Sementara, Raden Banyakcatra pergi ke arah timur
ditemani abdinya yang setiya, yaitu Ki Kolot dan Ki Maung. Raden Bnayakcatra
dan abdinya pergi menuju Kadipaten Pasir Luhur.
Di Kadipaten Pasir Luhur,
Raden Banyakcatra dan abdinya tinggal di lereng gunung Slamet, yaitu di Desa
Baturagung. Suatu hari, Raden Banyakcatra mendengar suara gaib yang
memerintahkannya untuk pindak ke Sawangan, tempat bertemunya Sungai Logawa dan
Sungai Mengaji. Di sana, tempatnya di Goa Jatijajar, Raden Banyakcatra atau
Raden Kamandaka bersemedi untuk memohon petunjuk kepada Tuahan Yang Maha Kuasa.
Saat bersemedi, Raden Kamandaka mendapat wasiat sebuah pakaian. Jika pakaian
itu di kenakan, Raden Kamandaka akan berubah menjadi Lutung. Daerah tempat goa
Kamndaka bersemedi dinamakan Kebumen.
Suatu hari, Adipati Pasir Luhur berburu di hutan. Ia mendapatkan
seekor lutung yang jinak. Lutung itu dibawa ke Kadipaten dan diberinama lutung
kasarung. Adipati memerintahkan siapa yang
berhasil memberi makan lutung, ian berhak memeliharanya. Dari beberapa
putri, ternyata Dewi Ciptarasa yang berhasil memberi makan lutung. Dewi
Ciptarasa merasa senang karena dapat memelihara lutung. Lutung sangat setia
kepada Dewi Ciptarasa. Suatu malam, Raden Kamandaka melepas pakaian ajaibnya.
Dewi Ciptarasa melihat dan terkejut ketika mengetahui Raden Kamandaka selama
ini menyamar sebagai lutung. Raden Kamandaka meminta Dewi Ciptarasa untuk
merahasiakan hal ini.
Beberapa waktu kemudian, Dewi Ciptarasa dilamar oleh seorang raja
yang kejam di Nusatembini, yang bernama Raja Pulebahas. Dewi Ciptarasa memberi
syarat kepada Raja Pulebahas antara lain:
1.
Membawa kain
mori sebanyak 40 kodi, sebagai tempat berjalan
calon pengantin putri.
2.
Dijemput 40
putri yang kembar.
3.
Mempelai
laki-laki tidak boleh membawa senjata.
4.
Mempelai
laki-laki harus menolong mempelai perempuan saat turun dari tandu.
5.
Tempat
pertemuan penganti diperenpatan jalan Kadipaten Pasir Luhur.
Raja Pulebahas menyetujui syarat yang diberikan oleh Dewi
Ciptarasa. Hari pernikahanpun tiba. Ketika Raja Pulebahas hemdak menolong Dewi
Ciptarasa turun dari tandu, lutung kasarung meloncat dan menghunuskan pisau ke
Raja Pulebahas. Raja Pulebahas pun meninggal. Prajurit Nusatembini marah dan
mengancam akan menyerang Kadipaten Pasir Luhur. Sang Adipati kebingungan. Dewi
Ciptarasa kemudian menjelaskan bahwa masalah ini dapat diatasi oleh Raden
Banyakcatra. Adipati pun merasa tenang.
Dewi Ciptarasa kemudian dinikahkan dengan Raden Banyakcatra.
Setelah pernikahan, Raden Banyakcatra pamit untuk pulang ke Kerajaan Pajajaran.
Sepulangnya Raden Banyakcatra ke Kerajaan Pajajaran, Prabu
Silihwangi ternyata memilih Raden Banyakblabur sebagai penerus tahta. Raden Banyakcatra
tidak dipilih karena memiliki luka di lambung akibbat terkena patrem adiknya
dahulu. Raden Banyakcatra menerima keputusan Prabu Silihwangi dengan lapang
dada.
Tidak lama, datanglah utusan dari Pasir Luhur yang melaporkan bahwa
Kadipaten diserang oleh prajurit Nusatembini yang dipimpin oleh Adipati
Juranghabas, pengganti Pulebahas. Raden Banyakcatra beserta istri dan adiknya
meminta izin untuk kembali ke Pasir Luhur. Mereka kembali dengan membawa
prajurit Pajajaran. Sesampainya di Pasir Luhur, segera terjadi pertempuran
sengit antara prajurit Pajajaran dengan prajurit Nusatembini. Prajurit
Nusatembini pun kalah. Pasir Luhur kembali aman. Dengan berakhirnya perang,
Adipati Pasir Luhur semakin menaruh kepercayaan kepada Raden Banyakcatra. Raden
Banyakcatra membawa prajurit Pajajaran kembali ke Kadipaten. Pertempuran antara
prajurit Nusatembini dan prajurit Pajajaran pun terjadi. Pertempuran dimenagkan
oleh prajurit Pajajaran. Adipati pun menyerahkan Kadipaten Pasir Luhur kepada
Raden Banyakcatra. Raden Banyakcatra dinobatkan sebagai Adipati pasir Luhur.
Adipati Banyakcatra memimpin Kadipaten Pasir Luhur dengan bijaksana. Kehidupan
masyarakatpun menjadi aman, damai, dan sejahtera.
Setelah membaca teks ‘Lutung Kasarung” jawablah
pertanyaan-pertanyaan berikut!
1.
Apa yang
didapatkan Raden Banyakcatra saat bersemedi di Kebumen?
2.
Tulislah syarat
yang diajukan Dewi Ciptarasa kepada Raden Pulebahas!
3.
Bagaimana sifat
Raden Banyakcatra saat ayahnya menyatakan dirinya tidak dapat menjadi raja?
4.
Apa nilai-nilai
yang dapat kita teladani dari tokoh Raden Banyakcatra?
Rangkuman
1.
Babad Pasir
Luhur menceritakan kisah Kadipaten Pasir Luhur yang berhubungan dengan Kerajaan
Pajajaran
2.
Pada Babad
Pasir Luhur, diceritakan kisah tentang perkawinan Raden Banyakcatra atau
Kamandaka dengan Dewi Ciptarasa.
3.
Raden
Banyakcatra merupakan putra dari Prabu Silihwangi yang berkelana mencari istri
ke Kadipaten Pasir Luhur agar dapat menjadi penerus Prabu Silihwangi.
4.
Raden
Banyakcatra mengganti namanya menjadi Raden Kamandaka.
5.
Berdasarkan
perjalanan Raden Kamandaka saat mencari istri, terdapat beberapa desa yang
terbentuk, yaitu Kedung Petahunan, Pejogol, Kober, Bobosan, Kurung Anjing, dan
Watu Sinom.
6.
Raden Kamandaka
bertapa dan mendapat wasiat sebuah pakaian. Dengan pakaian tersebut Raden Kamandaka
menyamar menjadi lutung kasarung
MENELADANI SIFAT TOKOH WAYANG
A.
Tokoh Wayang
dengan Sifat Baik
Wayang memiliki tokoh yang beragam. Setiap tokoh wayang memilki
sifat yang berbeda. Sifat baik tokoh wayang sebaiknya kita tiru dan terapkan
dalam kehidupan. Beberapa wayang yang memiliki sifat baik adalah sebagai
berikut:
1.
Batara Kresna
Batara Kresna merupakan seorang raja
titis dari Dewa Wisnu. Batara Kresna memimpin sebuah negara besar bernama
Dwarawati. Batara Kresna berpegang pada undang-unadang dalam menjalankan
pemerintahannya. Oleh sebab itu ia mampu menciptakan kehidupan yang aman,
damai, tentram, dan sejahtera bagi rakyatnya.
Batara Kresna merupakan raja yang
cerdas, suka menolong, dan berani membela kebenaran. Sifat tersebut membuat
Batara Kresna mendapat sebutan lain, yaitu Raden Danardana, yang artinya
seorang kesatria yang suka memberika pertolongan kepada sesama.
2.
Werkudara
Werkudara merupakan seorang kesatria
pemberani. Ia berhasil menjaga negara Wirata dari serangan Raden Kencakaputra
dan Raden Rupakenca. Werkudara juga berhasil merebut negara Astina dalam perang
Baratayuda.
Werkudara memiliki sifat gemar
menolong dan senantiasa mengamalkan kebaikan. Werkudara adalah penegak keadilan
di negara Amarta. Werkudara menjalankan tugasnya dengan jujur dan adil sehingga
rakyat Amarta dapat hidup dengan aman dan sejahtera. Werkudara juga sangat taat
kepada gurunya, Pandhita Durna. Ia selalu patuh dan menjalankan tugas dari sang
guru. oleh sebab itu, Werkudara diberikan air suci “Tirta Pawirta Suci”. Air
pawirta suci merupakan air kehidupan dari Dewa Ruci.
3.
Bambang Wisanggeni
Wisanggeni merupakan anak dari Raden
Arjuna dan seorang bidadari dari kayangan bernama Dewi Dresnala. Oleh sebab
itu, Wisanggeni dianggap sebagai manusia setengah dewa.
Wisanggeni memilki sifat bijaksana,
jujur, dan rela berkorban. Ia rela berkorban untuk kejayaan dan kebahagiaan
orang tuanya. Tindakan dan pemikirannya pun selalu menghasilkan kebaikan.
B.
Tokoh Wayang
dengan Sifat Buruk
Ada juga
beberapa tokoh wayang yang memiliki sifat buruk. Namun sifat-sifat buruk
tersebut tidak boleh kita tiru. Berikut beberapa tokoh wayang yang memiliki
sifat buruk.
1.
Patih Harya
Suman (Sengkuni)
Harya Suman merupakan seoarang patih
di negara Astina. Harya Suman disebut juga Sengkuni. Harya Suman memiliki sifat
licik, kejam dan suka memfitnah. Ia memengaruhi orang lain agar bermusuhan (adu
domba). Ketika menjadi patih di Negara Astina Harya Suman menggunakan kelicikan
dan tipu daya untuk mempengaruhi Kurawa agar bermusuhan dengan Pandawa
2.
Dursasana
Dursasana merupakan putra dari Raja
Destarasta. Dursasana memiliki sifat sombong, berlaku semena-mena, dan juga
tamak. Sifat-sifat tersebut sesuai dengan namanya Dur berarti jahat, sedangkan
Sasana berarti hati. Nama Dursasana berarti orang yang berhati jahat. Semasa
hidupnya, Dursasana melakukan kegiatan buruk dan menghamburkan uang negara. Ia
merasa sebagai anak raja yang dapat berbuat semena-mena kepada orang lain.
CAGAR
BUDAYA DI BANYUMAS
Cagar budaya
merupakan warisan budaya yang bersifat kebendaan, seperti bangunan peninggalan
sejarah. Banyumas memiliki beragam cagar budaya yang masih dijaga
kelestariannya hingga saat ini.
Ragam
Cagar Budaya di Banyumas
Daerah Banyumas memiliki sejarah yang menarik untuk dipelajari.
Sejarah ini tertuang pada beberapa cagar budaya yang ada di Banyumas. Cagar
budaya tersebut masih terjaga kelestariannya hingga saat ini. Berikut beberapa
cagar budaya yang ada di Banyumas.
a.
Masjid Saka
Tunggal
Masjid Jami Baitussalam Cikakak atau yang lebih dikenal dengan nama
Masjid Saka Tunggal merupakan masjid tertua yang ada di Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah. Masjid Saka Tunggal dibangun sekitar abad 12 Masehi oleh Kiai
Mustolih. Nama masjid ini berasal dari jumlah saka guru atau tiang utama yang
ada pada masjid. Masjid ini berdiri kokoh walau hanya memiliki satu tiang utama
yang menopang bangunan.
b.
Situs Watu
Guling
Situs Watu Guling berada di Desa Datar, kabupaten Banyumas. Menurut
sejarah, nama watu guling berasal dari batu yang ditendang oleh Bima dan
kemudian terjatuh berguling-guling hingga berhenti di daerah yang datar. Daerah
ini kemudian diberi nama Desa Datar. Pada mulanya, Situs Watu Guling merupakan
punden berundak yang digunakan sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang pada zaman
prasejarah. Beberapa peninggalan sejarah pada Situs Watu Guling, antara lain
batu menhir dan batu lumping.
c.
Pendopo Si
Panji
Pendopo Si Panji merupakan rumah atau pendopo Kabupaten Banyumas
yang dibangun oleh Bupati Yudonegoro III pada tahun 1706. Pada mulanya, Pendopo
Si Panji dibangun di kota Banyumas. Namun, ada pemindahan ibu kota dari
banyumas ke Purwokerto, menyebabkan Pendopo Si Panji juga ikut dipindahkan ke
Purwokerto. Hingga saat ini, Pendopo Si Panji masih digunakan sebagai kantor
pemerintah Kabupaten Banyumas.
Cagar
Budaya Masjid Saka Tunggal
Masjid Saka Tunggal merupakan salah satu cagar budaya di Kabupaten
Banyumas. Masjid Saka Tunggal terletak di Desa Cikakak, Banyumas, Jawa Tengah.
Masjid Saka Tunggal dibangun pada tahun 1288. Tanggal pembangunan Masjid Saka
Tunggal tertulis pada saka guru (tiang utama). Masjid ini disebut saka tunggal
karena hanya memiliki satu tiang penyangga.
Masjid Saka Tunggal memiliki kaitan
yang erat dengan Kiai Mustolih. Kiai Mustolih adalah tokoh penyebar agama Islam
di Desa Cikakak pada masa Kesultanan Mataram Kuno. Kiai Mustolih juga merupakan
pendiri Masjid Saka Tunggal. Ia menjadikan Masjid Saka Tunggal sebagain pusat
penyiaran agama islam di Desa Cikakak.
Masjid Saka Tunggal memiliki
karakteristik unik. Beberapa karakteristik yang menjadi keunikan dari Masjid
Saka tunggal adalah sebagai berikut:
1.
Mimbar khotbah
memiliki ukiran bergambar sinar matahari yang mirip lempeng mandala. Ukiran ini
banyak ditemukan pada benda atau bangunan peninggalan Kerajaan Singasari dan
Kerajaan Majapahit.
2.
Atap masjid
terbuat ijuk kelapa berwarna hitam.
3.
Saka utama
memiliki empat sayap yang melambangkan “papat kiblat lima pancer” atau empat
arah mata angin dan satu pusat.
4.
Masjid memiliki
satu saka (tiang utama). Saka terbuat dari sebongkah kayu berukuran 5 meter
dengan diameter 30 cm. Saka ini melambangkan bahwa manusia harus berperilaku
baik.
5.
Beduk, lampu
gantung, dan mimbar masih berfungsi dengan baik hingga saat ini.
6.
Di sekitar
Masjid Saka Tunggal terdapat ratusan kera. Kera-kera tersebut sangat akrab
dengan pengunjung masjid.
TRAH
BONOKELING
A.
Trah Bonokeling
dan Anak Putu Trah Bonokeling
Anak putu trah Bonokeling merupakan masyarakat keturunan Kiai
Bonokeling serta masyarakat yang meyakini ajaran Bonokeling. Anak putu trah
Bonokeling tersebar dibeberapa wilayah di Banyumas.
Anak
Putu Trah Bonokeling
Anak putu trah Bonokeling merupakan sekelompok masyarakat keturunan
Kiai Bonokeling. Kiai Bonokeling merupakan seorang tokoh masyarakat yang
berasal dari Kadipaten Pasir Luhur. Kiai Bonokeling meninggalkan Kadipaten
Pasir Luhur untuk menetap di Desa Pekuncen. Menurut sejarah, ia pindah ke Desa
Pekuncen untuk membuka lahan pertanian. Kiai Bonokeling merupakan salah satu
penyebar agama islam di Banyumas bagian selatan.
Anak putu trah Bonokeling bermukim di Kabupaten Banyumas dan
Kabupaten Cilacap. Saat ini anak putu trah Bonokeling dipimpinoleh Kyai Kunci.
Kyai Kunci merupakan pemimpin tertinggi anak putu trah Bonokeling yang
bertanggung jawab untuk mengayomi dan melestarikan tradisi lokal. Kyai Kunci
dipilih melalui musyawarah yang dilakukan oleh seluruh anak putu trah
Bonokeling. Pemilikan Kyai Kunci dilaksanakan di Bale Malang.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1.
Apa yang kamu
ketahui tentang anak putu trah Bonokeling?
2.
Apa peran Kyai
Bonokeling di desa Pekuncen?
3.
Bagaimana cara
pemilihan Kyai Kunci?
4.
Apa tugas Kyai
Kunci?
B.
Tradisi
Unggah-Unggahan Bonokeling
Kemajuan zaman tidak membuat anak putu trah Bonokeling melupakan
tradisi yang sudah ada sejjak zaman nenek moyang. Tradisi budaya tersebut masih
dijaga kelestariannya hingga saat ini. Salah satunya adalah tradisi
Unggah-unggahan.
Tradisi
Unggah-unggahan Bonokeling
Pada tanggal 11 Mei 2008, anak putu trah Bonokeling melaksanakan
tradisi Unggah-unggahan. Unggah-unggahan merupakan tradisi yang dilaksanakan
untuk menyambut bulan Ramadhan. Kata Unggahan berasal dari kata Unggah yang
artinya naik. Jadi, unggahan pada tradisi ini artinya menaiki atau memasuki
bulan Ramadhan. Tradisi Unggah-unggahan juga dikenal dengan nama Perlon.
Tradisi ini merupakan bentuk silaturahmi dan doa bersama kepada leluhur sebelum
bulan Ramadhan. Dalam tradisi ini, anak putu trah Bonokeling melakukan kegiatan
ziarah dan membersihkan makam leluhur Bonokeling.
Sehari sebelum pelaksanaan tradisi Unggah-unggahan, anak putu trah
Bonokeling yang tersebar dibeberapa wilayah berkumpul di Desa Pekuncen,
Kecamatan jatilawang, Kabupeten Banyumas, mereka pergi ke Desa Pekuncen dengan
berjalan kaki sambil membawa hasil bumi. Berjalan kaki dimaknai sebagai lambang
keharmonisan antara manusia dengan alam. Hasil bumi yang dibawa nantinya akan
dimakan selama pelaksanaan tradisi unggahan.
Kaum kali-laki anak putu trah Bonokeling memakai pakaian adat
berupa baju hitam, kain jarit, dan ikat kepala atau blangkon. Sementara kaum
perempuan mengenakan kain jarit dan kemban. Pakaian tersebut memiliki filosofi
yang mencerminkan kehidupan sehari-hari. Blangkon melambangkan kerukunan
antarwarga dalam menjaga tradisi Unggah-unggahan. Kain jarit melambangkan
kesederhanaan. Ziarah makam leluhur Bonokeling dilakukan pada siang hari dimana
kaum perempuan masukke makam Kiiai Bonokeling terlebih dahulu. Kaum laki-laki menyusul
pada sore hari.
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1.
Apa tujuan
dilaksanakannya tradisi Unggah-unggahan?
2.
Di manakah
tradisi Unggah-unggahan biasa dilaksanakan oleh anak putu trah Bonokeling?
3.
Siapa saja yang
melaksanakan tradisi Unggah-unggahan?
4.
Tulislah makna
filosofi pada pakaian yang dikenakan oleh kaum laki-laki!
Rangkuman
1.
Anak putu trah
Bonokeling merupakan masyarakat keturunan Kyai Bonokeling yang menetap di Desa
Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas.
2.
Kyai Bonokeling
merupakan tokoh masyarakat yang menyebarkan agama islam di Banyumas bagian
selatan.
3.
Saat ini, anak
putu trah Bonokeling dipimpin oleh seorang Kyai Kunci.
4.
Anak putu trah
Bonokeling melaksanakan tradisi Unggah-unggahan.
5.
Tradisi
Unggah-unggahan merupakan tradisi likal yang dilaksanakan untuk menya,but bulan
Ramadhan.
6.
Pada tradisi
Unggah-unggahan, anak putu trah Bonokeling melakukan kegiatan ziarah ke makam
Kyai Bonokeling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar