A. Babad Pasir
Luhur: Raden Kamandaka
Raden Kamandaka
Pada
zaman dahulu, berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Pajajaran. Saat itu,
Kerajaan Pajajaran sedang dipimpin oleh raja yang bernama Prabu Silihwangi.
Prabu Silihwangi mempunyai dua orang istri dan empat orang anak. Anak dan istri
pertama bernama Raden Banyakcatra dan Raden Banyakngampar. Sementara, anak dan
istri kedua bernama Raden Banyakblabur dan Retno Pamekas.
Saat usia Prabu Silihwangi semakin lanjut,
ia ingin menetapkan Pangeran Pati sebagai penggantinya dengan syarat Pangeran
Pati harus sudah memilki istri. Sebagai putra tertua Prabu Silihwangi, Raden
Banyakcatra ditunjuk sebagai pengganti. Namun, karena Raden Banyakcatra belum
memiliki istri, Raden Banyakcatra pun harus mencari calon istri.
Raden Banyakcatra memohon izin kepada
ayahnya untuk berkelana mencari calon istri dan tidak akan pulang sebelum
menemukannya. Dia tidak mau calon istrinya dipilihkan oleh siapapun. Ia ingin
mencari calon istri yang memiliki sifat penuh kasih sayang dan berparas cantik
seperti ibunya. Setelah mendapatkan izin, Raden Banyakcatra pergi ke arah
timur. Tak lupa, ia membawa persediaan dan bekal secukupnya. Setelah beberapa
lama, Raden Banyakcatra akhirnya tiba di suatu padepokan yang dimiliki oleh Ki
Ajar Wirangrong. Ki Ajar Wirangrong menyarankan kepada Raden Banyakcatra untuk
meneruskan perjalanan ke arah timur dan mengganti namanya menjadi Raden
Kamandaka.
Setelah berjalan beberapa lama, Raden
Kamandaka akhirnya tiba di Kadipaten pasir Luhur. Di Kadipaten Pasir Luhur,
Raden Kamandaka mengabdi kepada Patih Reksanata. Rupa raden Kamandaka yang
tampan dan gagah, sikapnya yang sopan, bertanggung jawab, berbudi pekerti
luhur, dan kesatria membuat Patih Reksanata mengangkat Raden Kamandaka sebagai
anaknya.
Suatu hari, Kadipaten Pasir Luhur
mengadakan lomba menangkap ikan di kolam.
Perlombaan diikuti masyarakat Kadipaten Pasir Luhur, termasuk Raden
Kamandaka. Saat itu, Sang Adipati Pasir Luhur dan putrinya, Dewi Ciptarasa,
turut menonton perlombaan terebut. Mereka memperhatikan gerak-gerik para
peserta lomba. Gerak-gerik raden Kamandaka membuat Dewi Ciptarasa tertarik.
Suatu hari, Dewi Ciptarasa mengutus abdinya untuk memanggil Raden Kamandaka ke
Taman Kaputren. Pertemuan tersebut membuat Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa
menjadi sering bertemu.
Lambat laun, hal ini diketahui oleh Sang Adipati. Beliau akhirnya
memerintahkan para prajuritnya mengepung Taman Kaputren untuk menangkap Raden
Kamandaka. Dalam pengepungan tersebut, Raden Kamandaka berhasil meloloskan diri
dan bersembunyi. Kegagalan menangkap Raden Kamandaka membuat Sang Adipati
marah, beliau akhirnya mengutus Patih Reksanata dan Ki Wiragusta untuk mencari
Raden Kamandaka.
Setelah beberapa lama, persembunyian Raden Kamandaka diketahui oleh
para prajurit Sang Adipati. Terjadilah pertempuran sengit yang tidak seimbang.
Hasil dari pertempuran tersebut mmembuat Raden Kamandaka harus menceburkan diri
ke Sungai Logawa. Tempat Kamandaka menceburka diri terus dilempari batu hingga
menjadi dangkal. Oleh karena Raden Kamandaka tidak kunjung muncul ke permukaan,
para prajurit melaporkan kepada Sang Adipati bahwa Raden Kamandaka telah
meninggal. Laporan tersebut membuat Sang Adipati senang, namun membuat hati
Dewi Ciptarasa bersedih. Tempat tersebut kemudian dinamakan “Kedung Petahunan”.
Raden Kamandaka ternyata masih hidup. Ia menyelam sampai di Surup
lawang. Surup Lawang adalah pertemuan antara Sungai Logawa dan Kali Serayu di
Patikraja. Setelah itu, Raden Kamandaka berjalan ke arah utara hingga sampai di
sebuah dusun. Di dusun tersebut, Raden Kamandaka singgah di rumah seorang wanita
yang sudah tidak bersuami yang bernama Kertilasari. Kertilasari tidak mempunyai
putra. Raden Kamandaka kemudian diangkat anak oleh Kertilasari.
Di dusun tersebut, kamandaka mendapatkan seorang teman bernama Ki
Rekajaya. Kamandaka bersama Ki Rekajaya sering mengikuti pertandingan adu ayam.
Kamandaka pun sering memenangkan adu tersebut. Ayam jago milik Kamandaka diberi
nama Mercu. Kemenangan yang diperoleh Kamandaka membuat namanya terdengar
hingga ke telinga Sang Adipati Pasir Luhur. Sang Adipati yang mendengar
Kamandaka masih hidup menjadi sangt marah. Ia memerintahkan prajuritnya untuk
menagkap Kamandaka.
Di tempat lain, Prabu Silihwangi merasa cemas karena putranya tidak
kunjung pulang. Ian akhirnya mengutus Raden Banyakngampar ke Kadipaten Pasir
Luhur untuk mencari kakaknya, Raden Banyakcatra atau Raden Kamandaka. Akhirnya
Raden Banyakngampar meninggalkan kerajaan Pajajaran dan memakai nama samaran
Raden Silihwarni. Sesampainya di Kadipaten Pasir Luhur, Raden Silihwarni
mengabdikan diri kepada Adipati dan diangkat menjadi prajurit.
Sang Adipati memberikan tugas kepada Silihwarni untuk menangkap
Kamandaka. Dalam pencariannya, Silihwarni menyamar sebagai pengadu ayam.
Silihwarni kemudian bertemu dengan Kamandaka. Keduanya tidak saling mengenal
karena sudah lama tidak bertemu. Sesaat sebelum pertandingan, keduanya
menyiapkan ayamuntuk diadu. Silihwarni menyiapkan ayamnya dan memasangkan
patrem (keris kecil) di sayap ayamnya. Ketika pertandingan dimulai, Silihwarni
melemparkan ayamnya ke badan Kamandaka sehingga lambungnya terluka. Kamandaka
marah dan terjadilah perkelahiandiantara keduanya. Tempat perkelahian tersbut
kemudian diberi nama Pejogolan atau Pejogol, yang artinya tempat dorong-
mendorong.
Kondisinya yang terluka membuat Kamandaka harus melarikan diri. Ia
pun melarikan diri bersama Ki Rekajaya. Silihwarni terus mengejar hingga sampai
di suatu temapt. Di tempat tersebut, perkelahian berlangsung siang dan malam
sampai tidak ada waktu beristirahat. Tempat tersebut kemudian dinamakan Kober. Saat
ada kesempatan, Kamandaka dan Ki Rekajaya bersembunyi dan menerobos hutan.
Tempat persembunyian itu kemudian diberi nama Brobosan atau Bobosan.
Pencarian Kamandaka dilanjutkan dan menggunakan anjing pelacak
untuk mencarinya. Oleh karena kesaktian Kamandaka, anjing pelacak tersebut
dapat ditangkap dan dikurung. Kamandaka berpesan untuk memberi nama tempat
tersebut dengan Kurung Anjing atau Karang Anjing. Setelah berhasil meloloskan
diri, Kamandaka dan Ki Rekajaya terus melarikan diri dengan menelusuri sungai
ke arah utara. Pengejaran tersebut dilakukan hingga sampailah Kamandaka dan Ki
Reakajaya di sebuah batu basar. Raden Kamandaka kemudian meloncat ke atas batu
tersebut. Silihwarni datang dan menghunuskan sebilah keris. Raden Kamandaka
kemudian memantah Silihwarni.
“Hai, Silihwarni, prajurit Pasir Luhur. Naiklah ke atas! Ayo,
lawanlah Raden Banyakcatra, putra Prabu Silihwangi dari kerajaan pajajaran!”
Mendengar ucapan Kamandaka, Silihwarni terkejut dan menangis. Ia
tidak menyangka bahwa orang yang dikejarnya ternyata kakak kandungnya sendiri.
Silihwarni meminta maaf dan mengajak Raden Kamandaka pulang ke Pajajaran.
Tempat kedua pemuda tersebut saling manantang dinamakan Watu Sinom (batu dan
muda)
Untuk memenuhi janjinya kepada Adipati Pasir Luhur, Silihwarni melakukan tipuan dengan menyembelih anjing yang dikurung dalam hutan. Hati, usus, dan darahnya dibungkus lalu diserahkan kepada Sang Adipati agar Adipati Pasir Luhur percaya bahwa Kamandaka sudah tewas. Raden Kamandaka meminta Ki Rekajaya untuk pulang ke rumah Nyi Kertilasari. Sementara, Raden Kamandaka dan Silihwarni kembali ke Kerajaan Pajajaran.
B. Babad Pasir
Luhur: Lutung Kasarung
Sepulangnya Raden Banyakcatra dan Raden Banyakngampar ke Kerajaan
Pajajaran, prabu Silihwangi berniat berhenti dari kerajaan dan meminta Raden
Banyakcatra untuk menggantikannya. Namun, kaena Raden Banyakcatra belum
memiliki istri Prabu Silihwangi mengambil keputusan dan mengatakan bahwa siapa
saja yang membawa sepuluh orang putri kembar dialah yang akan menggantikan
dirinya. Mendengarkan hal tersebut Raden Banyakblabur yang memiliki
keinginan untuk menjadi raja berikutnya,
akhirnya pergi ke arah barat. Sementara, Raden Banyakcatra pergi ke arah timur
ditemani abdinya yang setiya, yaitu Ki Kolot dan Ki Maung. Raden Bnayakcatra
dan abdinya pergi menuju Kadipaten Pasir Luhur.
Di Kadipaten Pasir Luhur,
Raden Banyakcatra dan abdinya tinggal di lereng gunung Slamet, yaitu di Desa
Baturagung. Suatu hari, Raden Banyakcatra mendengar suara gaib yang
memerintahkannya untuk pindak ke Sawangan, tempat bertemunya Sungai Logawa dan
Sungai Mengaji. Di sana, tempatnya di Goa Jatijajar, Raden Banyakcatra atau
Raden Kamandaka bersemedi untuk memohon petunjuk kepada Tuahan Yang Maha Kuasa.
Saat bersemedi, Raden Kamandaka mendapat wasiat sebuah pakaian. Jika pakaian
itu di kenakan, Raden Kamandaka akan berubah menjadi Lutung. Daerah tempat goa
Kamndaka bersemedi dinamakan Kebumen.
Suatu hari, Adipati Pasir Luhur berburu di hutan. Ia mendapatkan
seekor lutung yang jinak. Lutung itu dibawa ke Kadipaten dan diberinama lutung
kasarung. Adipati memerintahkan siapa yang
berhasil memberi makan lutung, ian berhak memeliharanya. Dari beberapa
putri, ternyata Dewi Ciptarasa yang berhasil memberi makan lutung. Dewi
Ciptarasa merasa senang karena dapat memelihara lutung. Lutung sangat setia
kepada Dewi Ciptarasa. Suatu malam, Raden Kamandaka melepas pakaian ajaibnya.
Dewi Ciptarasa melihat dan terkejut ketika mengetahui Raden Kamandaka selama
ini menyamar sebagai lutung. Raden Kamandaka meminta Dewi Ciptarasa untuk
merahasiakan hal ini.
Beberapa waktu kemudian, Dewi Ciptarasa dilamar oleh seorang raja
yang kejam di Nusatembini, yang bernama Raja Pulebahas. Dewi Ciptarasa memberi
syarat kepada Raja Pulebahas antara lain:
1.
Membawa kain
mori sebanyak 40 kodi, sebagai tempat berjalan
calon pengantin putri.
2.
Dijemput 40
putri yang kembar.
3.
Mempelai
laki-laki tidak boleh membawa senjata.
4.
Mempelai
laki-laki harus menolong mempelai perempuan saat turun dari tandu.
5.
Tempat
pertemuan penganti diperenpatan jalan Kadipaten Pasir Luhur.
Raja Pulebahas menyetujui syarat yang diberikan oleh Dewi Ciptarasa. Hari pernikahanpun tiba. Ketika Raja Pulebahas hemdak menolong Dewi Ciptarasa turun dari tandu, lutung kasarung meloncat dan menghunuskan pisau ke Raja Pulebahas. Raja Pulebahas pun meninggal. Prajurit Nusatembini marah dan mengancam akan menyerang Kadipaten Pasir Luhur. Sang Adipati kebingungan. Dewi Ciptarasa kemudian menjelaskan bahwa masalah ini dapat diatasi oleh Raden Banyakcatra. Adipati pun merasa tenang.
Dewi Ciptarasa kemudian dinikahkan dengan Raden Banyakcatra.
Setelah pernikahan, Raden Banyakcatra pamit untuk pulang ke Kerajaan Pajajaran.
Sepulangnya Raden Banyakcatra ke Kerajaan Pajajaran, Prabu
Silihwangi ternyata memilih Raden Banyakblabur sebagai penerus tahta. Raden Banyakcatra
tidak dipilih karena memiliki luka di lambung akibbat terkena patrem adiknya
dahulu. Raden Banyakcatra menerima keputusan Prabu Silihwangi dengan lapang
dada.
Tidak lama, datanglah utusan dari Pasir Luhur yang melaporkan bahwa Kadipaten diserang oleh prajurit Nusatembini yang dipimpin oleh Adipati Juranghabas, pengganti Pulebahas. Raden Banyakcatra beserta istri dan adiknya meminta izin untuk kembali ke Pasir Luhur. Mereka kembali dengan membawa prajurit Pajajaran. Sesampainya di Pasir Luhur, segera terjadi pertempuran sengit antara prajurit Pajajaran dengan prajurit Nusatembini. Prajurit Nusatembini pun kalah. Pasir Luhur kembali aman. Dengan berakhirnya perang, Adipati Pasir Luhur semakin menaruh kepercayaan kepada Raden Banyakcatra. Raden Banyakcatra membawa prajurit Pajajaran kembali ke Kadipaten. Pertempuran antara prajurit Nusatembini dan prajurit Pajajaran pun terjadi. Pertempuran dimenagkan oleh prajurit Pajajaran. Adipati pun menyerahkan Kadipaten Pasir Luhur kepada Raden Banyakcatra. Raden Banyakcatra dinobatkan sebagai Adipati pasir Luhur. Adipati Banyakcatra memimpin Kadipaten Pasir Luhur dengan bijaksana. Kehidupan masyarakatpun menjadi aman, damai, dan sejahtera.
Rangkuman
1. Babad Pasir Luhur menceritakan kisah Kadipaten Pasir Luhur yang berhubungan dengan Kerajaan Pajajaran
2. Pada Babad Pasir Luhur, diceritakan kisah tentang perkawinan Raden Banyakcatra atau Kamandaka dengan Dewi Ciptarasa.
3. Raden Banyakcatra merupakan putra dari Prabu Silihwangi yang berkelana mencari istri ke Kadipaten Pasir Luhur agar dapat menjadi penerus Prabu Silihwangi.
4. Raden Banyakcatra mengganti namanya menjadi Raden Kamandaka.
5. Berdasarkan perjalanan Raden Kamandaka saat mencari istri, terdapat beberapa desa yang terbentuk, yaitu Kedung Petahunan, Pejogol, Kober, Bobosan, Kurung Anjing, dan Watu Sinom. Raden Kamandaka bertapa dan mendapat wasiat sebuah pakaian. Dengan pakaian tersebut Raden Kamandaka menyamar menjadi lutung kasarung
Setelah membaca bacaan ini, kerjakan kuis berikut!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar